Viral! Pernikahan dibawah umur, apa alasan orang tuanya? Pertanyaan ini terus bergema di linimasa media sosial setelah video pernikahan sepasang remaja dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, menghebohkan publik. Fenomena ini bukan sekadar kontroversi sesaat, tetapi membuka kotak pandora persoalan sosial, budaya, dan hukum yang kompleks.
Video yang diunggah oleh akun Facebook @Diyok Stars telah ditonton lebih dari 2,1 juta kali. Dalam video tersebut, YL, siswi kelas 1 SMP berusia 15 tahun, dan RN, siswa SMK usia 16 tahun, terlihat menikah dengan adat Sasak bernama Nyongkolan. Banyak yang mempertanyakan bagaimana pernikahan bisa terjadi di usia yang begitu muda, apalagi Undang-Undang Perkawinan menyatakan batas minimal usia menikah adalah 19 tahun.
PERNIKAHAN DIBAWAH UMUR SEMAKIN MARAK
Pernikahan usia anak semakin sering terjadi dan viral karena media sosial. Fenomena ini bukan kejadian tunggal. Banyak yang terjadi di pelosok daerah, hanya saja tidak terekspos publik.
Kenapa Video Ini Sangat Menghebohkan?
YL dan RN terlihat bergembira, berteriak, berjoget, dan tampil seperti sedang bermain-main. Hal inilah yang membuat masyarakat terpukul. Mereka bukan hanya menikah terlalu muda, tapi juga belum paham arti tanggung jawab dalam sebuah pernikahan. Ini bukan drama TikTok atau adegan sinetron, ini nyata.
Undang-Undang Sudah Jelas
Hukum di Indonesia tidak membenarkan pernikahan anak-anak. UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019 dengan tegas menyatakan usia minimal menikah adalah 19 tahun. Namun nyatanya, masih banyak celah yang digunakan oleh masyarakat untuk “mengakali” aturan tersebut dengan alasan budaya atau tekanan sosial.
Statistik Yang Mengerikan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 mencatat sekitar 8,5% anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. NTB termasuk dalam lima besar provinsi dengan kasus tertinggi. Ini bukan angka kecil. Artinya, ada ribuan anak yang dipaksa dewasa sebelum waktunya.
APA ALASAN ORANG TUA MEMBIARKAN PERNIKAHAN INI?
Viral! Pernikahan dibawah umur, apa alasan orang tuanya? Ini adalah pertanyaan paling utama dan sangat relevan. Tidak mungkin orang tua membiarkan begitu saja tanpa pertimbangan, bukan?
Tekanan Sosial Jadi Pemicu
Orang tua YL merasa malu karena anak perempuannya sudah pernah dibawa kabur RN ke Pulau Sumbawa selama dua hari. Mereka takut menjadi bahan omongan warga, takut dihina, takut dicap gagal mendidik. Ini adalah tekanan sosial yang nyata, dan sayangnya, keputusan besar diambil hanya karena “omongan tetangga”.
Takut Dosa Atau Ingin Menyelamatkan Nama Baik?
Banyak keluarga berpikir, lebih baik anak menikah daripada hidup bersama tanpa status. Meski tidak dibenarkan secara hukum, banyak yang menganggap ini solusi darurat agar tidak menanggung malu dan merasa sudah “halal”. Padahal, ini justru membuka potensi masalah yang lebih besar: perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga hilangnya masa depan.
Tradisi Kawin Culik Masih Kuat
Dalam budaya Sasak, ada tradisi kawin culik sebagai bentuk inisiatif untuk menikah. RN sempat menggunakan tradisi ini meski belum direstui. Tradisi seperti ini memang kental, namun tetap harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Tradisi tak boleh mengalahkan hukum dan hak anak.
DIMANA PERAN MASYARAKAT DAN APARAT?
Kalau hukum sudah jelas, kenapa pernikahan ini tetap terjadi? Karena masyarakat masih menganggap ini urusan pribadi. Padahal, ini masalah publik yang berdampak jangka panjang.
Desa Sudah Berusaha Mencegah
Kepala Desa Beraim, Lalu Januarsa Atmaja, mengaku pihak desa sebenarnya sudah berusaha memisahkan keduanya. Bahkan pernah berhasil, tapi akhirnya RN kembali membawa kabur YL. Karena orang tua YL tidak mau menerima kembali anaknya, maka pernikahan pun dilangsungkan. Ini bukti lemahnya kekuatan mediasi di tingkat desa ketika tekanan sosial terlalu besar.
Kurangnya Ketegasan Aparat
Meski tak memberi izin resmi, desa tidak bisa memaksa. Tidak ada sanksi hukum tegas untuk orang tua yang menikahkan anaknya di bawah umur. Ketika aturan tidak ditegakkan, pernikahan dini akan terus terulang.
Lingkungan Harus Peduli
Masyarakat sekitar seharusnya bisa menjadi tameng pertama. Jangan justru menjadi penonton yang hanya berkomentar di media sosial. Jika lingkungan sekitar aktif melaporkan atau mencegah, maka tidak semudah itu pernikahan anak terjadi.
BAGAIMANA DAMPAK JANGKA PANJANGNYA?
Viral! Pernikahan dibawah umur, apa alasan orang tuanya? Ternyata bukan hanya soal tradisi atau malu. Ada dampak besar di balik semua ini.
Psikologis Anak Bisa Rusak
Menikah di usia remaja akan mempengaruhi kestabilan emosi. Mereka belum siap secara mental menghadapi konflik, beban ekonomi, bahkan kehamilan. Banyak kasus kekerasan rumah tangga berawal dari ketidakmatangan pasangan muda.
Pendidikan Jadi Korban
YL masih kelas 1 SMP. Setelah menikah, besar kemungkinan ia akan berhenti sekolah. Pendidikan anak perempuan sering terhenti karena pernikahan. Padahal, masa depan mereka masih panjang. Tanpa pendidikan, mereka akan sulit mandiri dan berdaya saing.
Rantai Kemiskinan Terus Berlanjut
Anak yang menikah muda berisiko tinggi hidup dalam kemiskinan. Mereka belum punya penghasilan stabil. Dengan minimnya pendidikan dan usia yang terlalu muda, sulit bagi mereka membangun keluarga sejahtera. Ini akan jadi siklus turun-temurun jika tidak diputus.
PERAN KITA SEMUA UNTUK MENCEGAH
Pernikahan usia anak bukan sekadar urusan keluarga. Ini tanggung jawab bersama. Anda yang membaca ini punya peran penting untuk menghentikan siklus ini.
Edukasi Harus Terus Didorong
Anda bisa mulai dari lingkungan terdekat. Beri pemahaman bahwa pernikahan bukan solusi dari masalah. Ajarkan anak-anak tentang pentingnya pendidikan, tanggung jawab, dan kesiapan mental. Jangan biarkan budaya menelan masa depan mereka.
Gunakan Media Sosial untuk Mendidik, Bukan Menghakimi
Daripada menyebar video dengan komentar sinis, lebih baik gunakan kesempatan ini untuk mengedukasi. Buat konten positif yang menjelaskan bahaya pernikahan dini. Banyak orang tua yang tidak tahu dampaknya. Anda bisa jadi jembatan informasi yang menyelamatkan masa depan anak.
Desak Pemerintah Bertindak Tegas
Jangan hanya diam. Anda bisa menyuarakan pentingnya pengawasan pernikahan di bawah umur lewat petisi, forum warga, atau media lokal. Dorong agar aparat berani bertindak dan tidak hanya sekadar mediasi.
Kesimpulan: Viral! Pernikahan Dibawah Umur, Apa Alasan Orang Tuanya?
Viral! Pernikahan dibawah umur, apa alasan orang tuanya? Jawabannya bukan hanya satu. Ada tekanan sosial, rasa malu, tradisi, bahkan ketidaktahuan. Tapi satu hal yang pasti, ini tidak bisa dibenarkan. Anak-anak harusnya sekolah, bukan menikah. Mereka butuh bimbingan, bukan beban rumah tangga.
Jika Anda peduli dengan generasi muda, mulai sekarang hentikan normalisasi pernikahan anak. Masa depan bangsa ditentukan oleh bagaimana kita menjaga anak-anak hari ini. Jangan biarkan satu video viral jadi contoh buruk yang terus terulang. Anda punya suara. Gunakan untuk perubahan.